Dalam waktu yang relatif singkat, akuntansi sektor publik telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini terdapat perhatian yang
lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemerintah, perusahaan milik negara/daerah, dan berbagai organisasi publik lainnya dibandingkan dengan pada masa-masa sebelumnya.
Terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukan transparansi
dan akuntansi publik oleh lembaga-lembaga sektor publik.
Organisasi
sektor publik mengelola dana masyarakat/pemerintah memberikan
pertanggungjawaban publik melalui laporan keuangan. Agar pembaca laporan
keuangan dapat memahami laporan keuangan maka diperlukan suatu regulasi dan
standar pelaporan. Ikatan Akuntansi Indonesia sebenarnya
telah memasukan standar untuk organisasi nirlaba di Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Standar ini tercantum pada PSAK nomor 45 tentang
organisasi nirlaba. Namun, standar ini belum mengakomodasi praktik-praktik
lembaga pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. Karna itu,
pemerintah mencoba menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan
laporan keuangan pemerintah.
Standar akuntansi sektor publik juga telah diatur secara internasional.
Organisasi yang merancang standar ini adalah International Federation of
Accountants-IFAC (Federasi Akuntan Internasional). Mereka membuat suatu standar
akuntansi sektor publik yang disebut Internation Public Sector Accounting
Standards-IPSAS (Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik). Standar ini
menjadi pedoman bagi perancangan standar akuntansi pemerintahan di setiap
Negara di dunia.
Proses penetapan dan pelaksanaan standar akuntansi
sektor publik merupakan masalah yang serius bagi praktek akuntansi, profesi
akuntan, dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Pembuatan suatu standar
mungkin dapat bermanfat bagi suatu pihak, namun dapat juga merugkan bagi pihak
lain. Penentuan mekanisme yang terbaik dalam menetapkan keseragaman standar
akuntansi merupakan faktor penting agar standar akuntansi dapat diterima
pihak-pihak yang berkepentingan dan bermanfaat bagi pengembangan akuntansi
sektor publik itu sendiri.
Menurut Mardiasmo (Mardiasmo, 2004) ada beberapa hal
yang harus dipertimbangkan dalam penetapan standar akuntansi, antara lain:
1.
Standar memberikan pedoman tentang
informasi yang harus disajikan dalam laporan posisi keuangan, kinerja, dan
aktivitas sebuah organisasi bagi seluruh pengguna informasi.
2.
Standar memberikan petunjuk dan
aturan tindakan bagi auditor yang memungkinkan pengujian secara hati-hati dan
independen saat menggunakan keahlian dan integritasnya dalam mengaudit laporan
suatu organisasi serta saat membuktikan kewajaran.
3.
Standar memberikan petunjuk tentang
data yang perlu disajikan yang berkaitan dengan berbagai variabel yang patut
dipertimbangkan dalam bidang perpajakan, regulasi, perencanaan serta regulasi
ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi serta tujuan sosial lainnya
4.
Standar menghasilkan prinsip dan
teori yang penting bagi seluruh pihak yang berkepentingan dalam disiplin ilmu
akuntansi.
Perkembangan Regulasi dan Standar
Akuntansi Sektor Publik Regulasi Akuntansi Sektor Publik di
Era Pra Reformasi
Peraturan dan karakter pengelolaan keuangan
daerah yang ada pada masa Era pra
Reformasi dapat dirincikan sebagai berikut
:
1.
UU 5/1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Daerah
2.
PP 6/1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha
Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. Indikator kinerja Pemda,yaitu
meliputi :
·
Perbandingan anggaran dan realisasi
·
Perbandingan standar dan realisasi
·
Target prosentase fisik proyek
3.
Kepmendagri No.900-099 tahun 1980
tentang Manual Administrasi Keuangan Daerah. Dalam sistem ini, pencatatan
transaksi ekonomi diperkenalkan double entry bookkeeping.
4.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
2/1994 tentang Pelaksanaan APBD.
5.
UU 18/1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
6.
Kepmendagri 3/1999 tentang Bentuk dan susunan Perhitungan APBD. Bentuk
laporan perhitungan APBD :
·
Perhitungan APBD
·
Nota Perhitungan
·
Perhitungan Kas dan Pencocokan sisa
Kas dan sisa Perhitungan (PP/1975)
Regulasi Akuntansi Sektor Publik di
Era Reformasi
Tujuan dari regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era
Reformasi adalah untuk mengelola keuangan negara/daerah menuju tata kelola yang
baik Bentuk Reformasi yang ada meliputi :
1.
Penataan peraturan
perundang-undangan;
2.
Penataan kelembagaan;
3.
Penataan sistem pengelolaan keuangan
negara/daerah; dan
4.
Pengembangan sumber daya manusia di
bidang keuangan
Paradigma Baru Akuntansi Sektor
Publik di Era Reformasi
Kebutuhan atas standar akuntansu sektor publik terus
berkembang akibat kedinamisan regulasi pemerintah. Kedinamisan ini ditandai
dengan pelaksanaan otonomi daerah dan reformasi keuangan.
Otonomi daerah berlaku akibat Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. UU ini menjelaskan bahwa pemerintah
melaksanakan otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan pemeirntah yang
lebih efisien, efektif, dan bertanggun jawab. UU ini mulai berlaku sejak tahun
2001.
Lalu, pemerintah merasa UU Nomor 22 Tahun 1999 tidak
lagi sesuai dengan perkembangan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah
mengeluarkan UU baru, yaitu :
1.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah
2.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimabangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Undang-undang di atas menjadikan pedoman pelaksanaan
otonomi daerah lebih jelas dan terperinci, khusunya tentang pengelolaan
keuangan daerah dan pertanggungjawaban.
Perubahan undang-undang tersebut merupakan salah satu
hal yang signifikan dalam perkembangan otonomi daerah. Perubahan itu sendiri
dilandasi oleh beberapa hal, antara lain :
1.
Adanya semangan desentralisasi yang
menekankan pada upaya efektivitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya daerah.
2.
Adanya semangat tata kelola yang
baik (good governance).
3.
Adanya konsekuensi berupa penyerahan
urusan dan pendanaan ( money follows function ) yang mengatur hak dan kewajiban
daerah terkait dengan keuangan daerah.
4.
Perlunya penyelarasan dengan paket
Undang-undang (UU) Keuangan Negara, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang
keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendeharaan negara, UU Nomor
15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara, serta UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional.
Peraturan perundangan terus bergerak dinamis khususnya
Peraturan Pemerintahan (PP) sebagai turunan berbagai undang-undang di atas,
antara lain :
1.
PP Nomor 23 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
2.
PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
3.
PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang
Pinjaman Daerah.
4.
PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan.
5.
PP Nomor 56 Tahun 2005 tentang
Sistem Informasi Keuangan Daerah.
6.
PP Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah
kepada Daerah.
7.
PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengeloalaan Keuangan Daerah.
8.
PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
9.
PP 71 tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintah
PP 71 tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005
Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan
setelah PP ini terbit maka akan diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaannya
baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat maupun Peraturan
Menteri Dalam Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP 71
tahun 2010 ini dengan PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah
lampiran. Lampiran I merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual
yang akan dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran
II merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya
berlaku hingga tahun 2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
dapat segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan
akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri),
sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap
untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II merupakan
lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24 tahun 2005
tanpa perubahan sedikit pun.
Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP
Berbasis Akrual dimaksudkan untuk
memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan
keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini
sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan
sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
Secara definisi, sistem akuntansi akrual adalah suatu
metode pencatatan transaksi atau peristiwa dan pengakuan biaya (beban)
berdasarkan periode terjadinya peristiwa atau transaksi tersebut. Sedangkan
menurut metode single entry atau cash basis pencatatan dan pengakuan peristiwa
dilakukan saat pembayaran dilakukan.
Dalam sistem akrual, pencatatan biaya depresiasi suatu
aset dibebankan ke periode waktu selama suatu aset tersebut digunakan
berdasarkan biaya harga pembelian aset. Sedangkan menurut sistem akuntansi
berbasis kas, biaya pengadaan aset tersebut dibebankan ke periode saat
dilakukan pembayaran atas harga aset.
Isu tentang pentingnya timing dalam pengakuan /
recognition suatu transaksi atau peristiwa ekonomi merupakan hal yang sangat
penting dalam lingkungan sstem akrual, sehingga lebih membantu dalam
meningkatan akuntabilitas pengambilan keputusan. Angka-angka akuntansi
berdasarkan sistem akrual dianggap lebih informatif, membawa implikasi yang
signifikan untuk pimpinan daerah dalam mengalokasikan sumber daya yang
dimiliki.
0 comments:
Post a Comment