Dendam
Mappadendang
Dendang ala ridendang
Dendang mappadendang
Mappadendang ana’ ogie
Pirasai nyamenna
Nyamenna aresona .....
Nyanyian
yang mengalun merdu dari bibir para gadis berbaju bodo dengan iringan kecapi dan rinai hujan di penghujung Januari
siang itu tiba-tiba berhenti. Gemuruh tawa senda penduduk kampung berubah
menjadi isak dan jerit histeris. Tak ada yang tahu dari mana arah La Dalle
datang.Ia tiba-tiba saja melesat, menembus kerumunan penduduk yang siang itu
seolah tak merasa terganggu dengan rinai hujan.
Amukannya
membuat acara Mappadendang siang itu
kacau. Anak muda yang tadinya secara bergantian naik di atas tojang (ayunan
bambu setinggi 10 meteran, tempat menguji nyali orang yang ikut pesta terhadap
ketinggian dan biasanya digunakan
tambang untuk mengayunkannya), sebagian mendekat ke tempat kejadian dan
sebagian lagi berlari menjauh.Ibu-ibu yang sibuk mempersiapkan nasi yang akan
dimakan bersama daging kerbau juga melakukan hal yang sama. Sesekali terdengar
jeritan histeris perempuan-perempuan itu. Sementara para lelaki yang baru sejam
lalu menyaksikan Puang Leppang (pemangku adat) yang menyembelih kerbau dengan parang tajam berusaha menenangkan La
Dalle.
Menurut
adat, daging kerbau yang disembelih Puang Leppang itu harus terbagi rata untuk
seluruh warga. Tanpa terkecuali.Karena itu adalah lambang kemakmuran dan
kebersamaan. Konon katanya, mereka yang tidak kebagian atau tidak ikut
menikmati daging kerbau yang dimasak bersama gore kaluku (kelapa parut yang disangrai sampai berwarna cokelat
dan ditumbuk hingga halus) ini, rezekinya akan berkurang.
La
Dalle menjadikan Kepala Desa sebagai korban pertamanya. Setelah berhasil
menembus kerumunan orang, badik warisan bapaknya dihunus begitu melihat Kepala
Desa makan daging kerbau bersama warga lain sambil tertawa. Dengan membabi buta
diserangnya Kepala Desa yang saat itu sedang lahap makan dan itu yang
membuatnya tak bisa mengelak. Beberapa menit kemudian Kepala Desa itu jatuh,
tewas berlumpur darah. Seorang gadis yang tadi sempat dilihat La Dalle sejam
yang lalu melintas di depan rumahnya, menangis dan memeluk mayat bapaknya itu. Tak
puas dengan itu La Dalle juga menyerang warga lainnya yang mencoba untuk
menenangkannya.
Kepala
Desa dan beberapa warga korban amukannya terkapar.Saat ia mulai kelelahan dan
beberapa warga berhasil menangkap tangannya.Seseorang entah dari mana datangnya
langsung menghujamkan badik diperutnya, kini giliran La Dalle yang terkapar. Semua
warga terkejut dan tak menyangka pemuda berumur tujuh belas tahun, putra
pertama Kepala Desa itu begitu nekat.
Melihat
La Dalle tewas di tangan putranya, Maryam, istri Kepala Desa Langsung memeluk
mayat La Dalle yang terbaring tak jauh dari mayat suaminya.Semua warga yang
melihat heran.
“Daeng,
anak kita telah membunuhmu. Tapi ia tidak salah,aku yang salah, tidak pernah
bercerita tentang kau padanya.Aku juga minta maaf tidak pernah menceritakan ini
padamu.Ia anak kita sebelum aku di paksa menikah”. Tanpa disadarinya, cerita
itu mengalir begitu saja dari bibir Maryam. Ia menceritakannya sambil menangis
dan terdengar sangat lirih.
Ia
seolah bercerita pada mayat La Dalle, kekasihnya yang 18 tahun silam begitu
dicintainya dan harus ditinggalkannya karena tak sudi bermenantu La Dalle. Apa
lagi dengan citra ayah La Dalle yang tidak setia, meninggalkan istri dan anak
dengan merantau dan menikah dalam perantauan. Sebuah alasan yang awalnya tak
bisa diterima Maryam tapi kemudian perjalanan waktu membuatnya sadar bahwa apa
yang dilakukan orang tuanya sangat ketemu nalar.Apalagi untuk orang tua yang tak
ingin satu-satunya putrinya menderita. Meski diam-diam ternyata ia masih
mencintai lelaki yang semasa hidupnya lebih memilih hidup sendiri itu.Bukti
kesetiaan yang tak perlu diragukan.
Sebuah
rahasia yang menjadi misteri kehidupan La Dalle akhirnya terungkap juga di hari
kematiannya. Saat ia harus meregang nyawa di tangan anak kandungnya sendiri. Hari
itu menjadi pesta panen yang paling menyedihkan sekaligus paling tragis
sepanjang sejarah.
Masyarakat
di lingkunganku masih percaya tentang hal itu. Tiap kali musim panen, biasanya
terdengar suara orang-orang yang menyanyikan Mappadendang, serta suara wanita yang menangis yang diyakini
sebagai Mariamah yang menangisi kematian La Dalle.
0 comments:
Post a Comment